Minggu, 13 Februari 2011

Harapan Utama Orangtua Terhadap Anak-anaknya


1. Tumbuh Dewasa dan Menjadi Orang yang Beriman

Patut kita renungkan dan kita pertanyakan kepada diri kita sendiri apabila kita tidak memiliki keinginan dan harapan seperti itu. Sungguh, orangtua akan jauh lebih bangga saat anaknya menjadi pejabat, menjadi pimpinan perusahaan, menjadi pengusaha dan orang sukses atau hebat lainnya, tetapi sekaligus juga menjadi orang yang soleh. Ini harus disampaikan dan dijadikan pedoman utama bagi kita agar tidak kehilangan arah dalam mencapai tujuan hidup setelah dewasa kelak. Tidak sedikit mereka yang masa kanak-kanaknya rajin beribadat, patuh dan taat kepada orangtua, tetapi kemudian akibat pengaruh lingkungan ataupun semakin lemahnya pengawasan orangtua, malah tumbuh berbelok menjadi orang yang sebaliknya. Hal ini mungkin tidak akan terjadi manakala kita sudah memiliki pedoman yang pasti tentang harus seperti apa mereka setelah menjadi dewasa nanti. Dan inipun menjadi sebuah pertanyaan bagi diri kita sendiri, sudahkah ita menjadi anak yang beriman seperti yang diharapkan orangtua kita ? atau jangan-jangan malah kita sendiri belum tahu, seperti apakah orang yang beriman itu ? dan akan lebih mengerikan lagi apabila kita tidak atau belum memiliki sedikitpun keinginan untuk menjadi orang yang beriman.

2. Hidup Sehat & Bahagia

Harapan kedua dari orangtua adalah anak-anaknya selalu dalam kondisi sehat dan hidup dalam kebahagiaan. Itulah mengapa banyak orangtua yang rewel dan gelisah manakala si kecilnya sulit makan, sulit disuruh tidur siang, sulit minum susu, dan sulit-sulit lainnya. Hal itu pulalah yang menyebabkan orangtua selalu menginginkan anak-anaknya masuk rangking di sekolah, mengikuti berbagai kegiatan, mengikuti berbagai les, belajar berbagai keterampilan, dan sebagainya yang diharapkan akan menjadi bekal di masa depannya. Hanya saja pertanyaan selanjutnya adalah, apakah hal itu harus dipaksanakan ?
Tidak sedikit orangtua yang memaksa anak untuk makan, tidur siang, minum susu, vitamin dan sebagainya hanya karena ingin anaknya terlihat gemuk padahal mereka sebenarnya sudah sehat. Tidak sedikit pula orangtua yang memaksa anaknya untuk ikut les berbagai pelajaran, mengikuti berbagai kegiatan, mengikuti kursus berbagai keterampilan, padahal sebenarnya belum urgent untuk anak-anak pada usia itu sehingga menjadikan anak malah merasa tersiksa menjalaniya. Tentu hal ini harus kita kaji ulang kembali dan meluruskan pemahaman yang benar mengenai anak yang sehat dan hidup bahagia itu sendiri.

Untuk masalah kesehatan mungkin tidak sulit, karena banyak parameter-parameter yang dikeluarkan para ahli kesehatan mengenai seperti apa anak-anak yang sehat, yang kemudian bisa kita jadikan acuan perlu tidaknya kita memaksakan sesuatau dengan alasan demi kesehatan anak. Namun untuk kebahagiaan itu sendiri, setiap orang mungkin memiliki parameter yang berbeda, termasuk parameter bahagia yang ditetapkan orangtua terhadap anak. Sekiranya masih ada alternatif lain, sekiranya jalan yang akan ditempuh anak masih sedemikian panjang dimana segala sesutu hal masih sangat memungkinkan terjadi dalam proses pencapaian hidup bahagia itu, mengapa kita harus selalu memaksakan segala sesuatunya dengan alasan untuk kebahagiaan mereka ?

Mungkin hal yang benar-benar harus kita sadari dan kita camkan kepada anak-anak kita adalah bahwa kebahagiaan itu tidak hanya bisa diperoleh melalui uang atau materi atau pangkat dan jabatan. Diluar semua itu masih ada hal lain yang bisa membuat hidup lebih bahagia, yakni jiwa yang bersih, hati yang tentram, serta rasa syukur atas segala nikmat dan karunia-Nya. Benarkah demikian ? mari kita tanya diri kita, apakah anda akan bahagia dengan sepeda motor yang anda miliki manakala anda merasa iri melihat tetangga yang memiliki sebuah mobil ? Apakah anda bahagia dengan benda-benda mewah yang ada di rumah anda manakala setiap saat hati anda gelisah karena takut didatangi perampok ? Apakah anda bahagia dengan uang ratusan juta rupiah yang anda miliki tetapi seminggu sekali anda harus cuci darah ?

Intinya uang, materi, pangkat, jabatan, dan sejenisnya memang bisa membuat hidup bahagia selama itu bisa memberikan jiwa yang bersih, hati yang tentram, dan selalu kita syukuri. ; akan tetapi di sisi lain, tanpa uang, materi, pangkat, jabatan dan sejenisnya, selama itu bisa membuat jiwa bersih, hati tentram, dan selalu bersyukur, itupun bisa membawa kebahagiaan yang hakiki. Tetapi tentu saja inipun jangan disalah artikan. Saya hanya sekedar ingin menekankan bahwa orientasi orangtua dalam membuat anak hidup bahagia seharusnya bukan lagi pada materi, pangkat ataupun jabatan, melainkan pada bagaimana agar anak kelak memiliki jiwa yang bersih, hati yang tentram, dan selalu mensyukuri segala nikmat yang diberikan-Nya.

3. Hidup Sejahtera & Mampu Menjadi Penolong bagi Orang Lain yang Masih Memerlukan


Tidak ada satupun orangtua yang ingin melihat anaknya hidup susah. Segala daya dan upaya dilakukan oleh orangtua agar anaknya kelak bisa hidup sejahtera. Dan orangtua akan merasa lebih bahagia, manakala kesejahteraan yang telah diraih anak-anaknya itu bisa pula dirasakan oleh mereka yang masih membutuhkannya dengan cara menolong menyisihkan sebagian dari harta yang dimilikinya. Semua orangtua pasti tidak menghendaki anaknya menjadi orang yang kikir dan bahil, yang tidak menyadari bahwa dari apa yang telah diperolehnya itu masih ada rejeki orang lain didalamnya yang harus disampaikan kepada yang berhak menerimanya.

Terlepas apakah seorang anak kelak akan menjadi seorang pejabat, seorang pimpinan perusahaan, seorang pengusaha sukses, atau hanya menjadi orang biasa, selama dia hidup sejahtera sanggup mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya dan mampu menjadi penolong bagi kepentingan agama dan orang lain yang membutuhkannya, tentu itu akan sangat membahagiakan bagi orang tua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar